ISLAM DI MALAYSIA DAN PERKEMBANGANNYA

DI SUSUN OLEH:
HAMIDUM MAJID
NIM:11424000490
JURUSAN JINAYAH SIYASAH
FAKULTAS SYARI’AH DAN HUKUM
UIN SUSKA RIAU
T.A 2015
KATA
PENGANTAR
Puji syukur Alhamdulillah kehadirat Allah
SWT yang telah memberikan segala ilmu pengetahuan. Shalawat dan salam tetap
tercurahkan kepada nabi Muhammad SAW, keluarga, para sahabat, dan semua umat
yang berpegang teguh diatas ajaran yang dibawanya.
Makalah ini disusun dan dibuat berdasarkan materi yang sudah ada.
Makalah ini dibuat untuk memenuhi tugas terstuktur mata kuliah Studi Islam Asia
Tenggara, pembuatan makalah ini juga bertujuan agar dapat menambah pengetahuan
bagi para pembaca. Penulis mengharapkan semoga makalah ini dapat
memberikan manfaat untuk kita semua.
Ucapan terima kasih tak lupa penulis sampaikan kepada semua pihak yang
telah mendukung dalam penyusunan makalah ini. Akhir kata, penulis menyadari
bahwa makalah ini masih jauh dari kesempurnaan baik dari bentuk penyusunan
maupun materinya. Oleh karena itu, diharapkan kritik dan saran dari para
pembaca untuk penyempurnaan makalah selanjutnya.
Pekanbaru, April 2015
DAFTAR ISI
Kata
pengantar..................................................................................................................2
Daftar
isi.............................................................................................................................3
BAB 1 Pendahuluan.......................................................................................................4
BAB 2
Pembahasan
2.1 Masuknya
Islam ke Semenanjung Malaya..................................................................5
2.2 Dinamika
Islam di Negara Malaysia Kontemporer......................................................7
2.3 Islam
sebagai Identitas
Melayu..................................................................................12
2.4 Geliat
Dakwah dan Syiar Islam di Malaysia...............................................................15
2.5 Pendidikan
Islam di Malaysia.....................................................................................17
BAB 3
penutup
3.1
Kesimpulan................................................................................................................27
3.2
Saran..........................................................................................................................28
Daftar
pustaka..................................................................................................................29
BAB 1
PENDAHULUAN
Malaysia adalah salah satu negara anggota
ASEAN yang merdeka pada tanggal 31 Agustus 1957 dari tangan Inggris. Sejarah Malaysia
bermula dari kerajaan-kerajaan Melayu di Semenanjung Malaka yang kemudian
secara berturut-turut di jajah oleh Portugis, Belanda, dan Inggris. Pada tahun
1957 Inggris memerdekakan Semenanjung Malaka dengan nama Persekutuan Tanah Melayu.
Kemudian pada tahun 1963 berubah namanya menjadi Malaysia. Malaysia terletak di
Semenanjung Malaka Asia Tenggara dengan ibu kotanya Kuala Lumpur. Malaysia
berbatasan dengan Thailand, Indonesia, Singapura, Brunei, dan Filipina.
Malaysia merupakan sebuah Kerajaan
Federasi di Asia Tenggara yang terdiri dari tiga belas negara bagian yang
disebut Negeri dan dua buah wilayah Persekutuan. Ketiga belas buah negeri
tersebut adalah: Kelantan, Trengganu, Pahang, Johor, Malaka, Negeri Sembilan, Selangor,
Perak, Kedah, Perlis, Pulau Pinang, Sabah, dan Serawak. Sementara, dua buah
wilayah persekutuan itu adalah Kuala Lumpur dan Labuan yang terletak di Sabah.
BAB 2
PEMBAHASAN
2.1 Masuknya Islam ke
Semenanjung Malaya
Kedatangan Islam ke Malaysia tidak berbeda
dengan kedatangan Islam ke Indonesia, yaitu melalui Selat Malaka yang merupakan
jalur perdagangan laut yang sudah lama dilayari oleh pedagang-pedagang Arab, Persia,
dan India.
Sampai saat ini terdapat berbagai teori
tentang kedatangan Islam di Malaysia. Diantaranya ada yang menyatakan bahwa Islam
masuk langsung dari Arab melalui India, dan teori lain yang mengatakan Islam
masuk dari China dan Campa. Yang pasti adalah bahwa masuk dan berkembangnya Islam
di Malaysia berkaitan erat dengan aktivitas perdagangan.
Menurut catatan Marco Polo, Islam muncul
ditanah Melayu ketika Parameswara memeluk agama Islam pada tahun 1414 M dan
ketika Perlak menjadi daerah pertama yang memeluk agama islam. Menurut hikayat
raja-raja Pasai bahwa daerah yang mula-mula memeluk Islam adalah Pasai. Adapun
sejarah Melayu mengatakan bahwa daerah Pangsir, Lamri, Aru dan Perlak adalah
daerah yang mula-mula diislamkan oleh nakhoda Ismail dan Sultan Muhammad atau
Faqir Muhammad.[1]
Menurut teori kedatangan islam dari India
atau melalui India didasarkan pada sejarah bahwa India telah diislamkan sejak
zaman Utsman bin Affan, yang memerintahkan Abdullah bin Amir (Gubernur di Irak)
untuk melakukan ekspedisi dakwah ke India. Teori ini didukung oleh ahli sejarah
J.P Moquette, S.Q Fatimi, Snouck Hurgronje, dan G.E Marison. Menurut Snouck Hurgronje
yang terkenal dengan teori Otoktoni, masyarakat Nusantara senantiasa
berorientasi ke India dalam soal budaya. Hal ini dapat dibuktikan dengan
banyaknya pertalian budaya Nusantar dan India.[2]
Sejarawan S.Q Fatimi dalam bukunya “Islam
Comes to Malaysia” berpendapat bahwa islam datang dari Gujarat. Hal ini
didasarkan bahwa Gujarat merupakan pusat perdagangan dan sekaligus pusat penyebaran
islam yang penting di India setelah ditaklukkan oleh sultan Alaudin Khilji.
Pendapat ini didukung oleh J.P Moquette yang membuktikannya melalui batu nisan
di perkuburan Malik Ibrahim di Gresik, Jawa timur (1419 M), Malik Saleh di Pasai
(1428 M) yang mempunyai ciri-ciri barang buatan Gujarat.[3]
Sebelum abad ke-9 M, Malaysia merupakan
bagian dari kepulauan Nusantara yang dikuasai oleh kerajaan Sriwijaya dan Majapahit.
Pada abad ke-9, islam masuk ke Malaysia dibawa oleh pedagang dari Gujarat, bersama
dengan masuknya islam ke kepulauan nusantara.[4]
Menurut sejarawan barat, terutama D.G.E
Hall mengatakan bahwa kedatangan islam ke tanah Melayu berlaku pada abad ke-15
Masehi dan bermula dari Malaka. Bagi mereka raja Malaka yang mula-mula menganut
islam adalah Parameswara, peristiwa tersebut berlaku pada tahun 1414 Masehi,
setelah namanya ditukar menjadi Megat Iskandar Syah. Menurut sejarah, setelah
memeluk islam pada tahun 1414 M itu juga Sultan Megat Iskandar syah telah
mengunjungi Maha Raja Cina. Kunjungan ini di buat oleh Laksamana Cheng Ho, duta
besar Cina yang menganut islam yang dikirim ke negeri-negeri selatan untuk
memperkenalkan keagungan Melayu ke Raja Cina. Setelah kunjungannya ke Cina, Laksamana
Cheng Ho pulang membawa beberapa tukang bangunan yang beragama islam. Mereka
ditugaskan untuk membangun masjid-masjid sebagai tempat beribadah orang-orang
islam yang memiliki unsur-unsur seni bina yang berbentuk cina.
Sultan Megat Iskandar Syah meninggal pada
tahun 1424 M, ketika itu agama islam telah berkembang dan tersebar di
sepanajang pantai timur laut Sumatera dan yang paling pesat adalah di kawasan
pantai semenanjung tanah Melayu. Selanjutnya kekuasaan diambil alih oleh Sultan
Muzafar Syah yang memerintah pada tahun 1446-1456 Masehi. Pada masa pemerintahannya, Sultan
mempergiat lagi penyebaran islam yang ada di kerajaan Malaka saat itu. Segala
peratura-peraturan yang dibuat oleh Raja Megat Iskandar Syah telah dipraktekkan
oleh sultan Muzafar Syah. Selanjutnya, ketika Malaka di pimpin oleh Sultan
Manshur Syah (1456-1477 M),Malaka mulai menjalin hubungan baik dengan
penguasa-penguasa asing, seperti Siam, Majapahit, dan Cina. Sehingga Malaka
dapat mempermudah perkembangan islam keluar negeri.[5]
2.2 Dinamika Islam di Negara
Malaysia Kontemporer
Islam merupakan agama resmi negara federasi
Malaysia. Hampir 50% dari 13 juta penduduknya adalah Muslim dan sebagian besar
diantaranya adalah orang melayu yang tinggal di Semenanjung Malaysia. Adapun
sisanya terdiri dari kelompok-kelompok etnik yang minoritas yakni diantaranya Cina yang terdiri
sekitar 38% dari penduduk Malaysia dan yang lainnya India dan Arab.[6]
Keragaman masyarakat yang demikian besar
membawa dampak ketegangan dan konflik-konflik yang cenderung untuk menambah
identitas orang-orang Melayu, terutama orang Cina yang lebih
meningkat pendidikan dan perokonomiannya dari pada orang Muslim yang
lebih pedesaan.
Masyarakat Muslim di Malaysia sebagian
besar berlatarbelakang pedesaan dan mayoritas mereka bekerja
sebagai petani. Mereka cenderung dalam kehidupan komunitas masyarakat
kampung. Warga perkampungan Malaysia menjalankan
praktek-praktek keagamaan, meyakini terhadap roh-roh suci, tempat suci, dan
meyakini para wali yang dikeramatkan baik di kalangan Muslim maupun non Muslim.
Diantara warga Muslim dan non Muslim dapat hidup rukun tanpa ada permusuhan
sehingga masyarakat di sana tentram dan damai.[7]
Perkembangan Islam di Malaysia telah membawa
peradaban-peradaban baru yang diakui Dunia Islam. Sampai saat ini Muslim
Malaysia dikenal sebagai Muslim yang taat ibadahnya, kuat memegang hukum Islam
dan juga kehidupan beragamanya yang damai serta mencerminkan
keIslaman agamanya baik di
perkampungan maupun dalam pemerintahan. Peranan seorang ulama di
sana sangat penting baik dalam segi dakwah dan dalam pengelolaan
sekolah-sekolah. Mengenai hasil peradaban Islam di Malaysia ini juga tidak
kalah dengan negaranegara Islam yang lain, seperti:[8]
1.
Adanya bangunan-bangunan masjid yang megah seperti Masjid Ubaidiyah di
Kuala Kancong.
2.
Banyaknya bangunan-bangunan sekolah Islam.
3.
Berlakunya hukum Islam pada pemerintahan Malaysia (hukum Islam di sana
mendapat kedudukan khusus karena dijadikan hukum negara).
Pada zaman tradisional Islam di negara-negara
perairan Malaya mempunyai hubungan yang erat antara kehidupan kampung dan
organisasi kenegaraan. Pemerintahan dibagi menjadi dua ruang lingkup yakni:[9]
1)
Dalam Kehidupan Kampung
Terdapat dua jabatan yang seimbang. Kepala
kampung atau penghulu diangkat oleh pejabat yang lebih
tinggi untuk menjaga ketertiban lokal,
menengahi persengketaan, mengumpulkan pajak, mengorganisir kaum buruh dan
bertindak sebagai penyembuh dalam bidang spiritual. Adapun jabatan yang lain
yakni Imam Masjid yang lokal dan mengajar
di Sekolah lokal.
Islam memberikan peranan yang penting terhadap
sejumlah ritual dan perayaan yang menjadi simbul solidaritas komunitas Perkampungan, dan perayaan beberapa peristiwa
besar dalam siklus kehidupan individual seperti perayaan kelahiran, perkawinan,
dan peringatan kematian.
2)
Dalam kehidupan negara
Para Sultan pada negara Malaya merupakan kepala
sebuah kelompok keturunan Aristokratik yang membuat elit politik negeri dan
merupakan raja-raja kampung. Seorang penguasa juga disebut sebagai Sultan, Raja
dan Yang Dipertuan. Gelar-gelar tersebut merupakan gelar Muslim dan Hindu yang
diyakini sejak masa Islam.
Pada periode tradisional Sultan merupakan
pejabat agama dan politik yang tertinggi dan melambangkan corak Muslim
masyarakat Melayu. Sultan sebagai kepala
agama mempunyai wewenang penuh bagi umat Islam di Malaysia. Di samping itu
kehidupan beragama di sana terasa sangat formal jika dibandingkan
dengan Indonesia seperti khutbah Jum’at yang harus berisikan doa
bagi Sultan dan seluruh keluarganya. Bahkan pernah terjadi pada waktu “Idul
Fitri” di Masjid Kuala Lumpur, takbir yang dikumandangkan bersama-sama
diberhentikan demi menyambut kedatangan yang Maha Mulia Sultan. Setelah Sri
Baginda duduk, barulah bacaan takbir dikumandangkan kembali. Jadi kedudukan
seorang Sultan di Malaysia pada zaman dahulu sangat mulia.
Namun kenyataan di atas berubah drastis setelah
Malaysia didominasi oleh Inggris. Sistem yang berlaku pada era tradisional ini
berubah total. Mereka membebaskan para Sultan Melayu dari otoritas efektif
dalam segala urusan kecuali bidang yang berkenaan dengan agama dan adat. Oleh
karena itu para Sultan berusaha memperkuat pengaruh mereka pada bidang tersebut
sebagai satu-satunya ekspresi dan berusaha memusatkan organisasi
keagamaan Islam dan memperluas kontrol kesultanan terhadap kehidupan keagamaan.[10]
Memasuki awal abad ke 20, bertepatan
dengan masa pemerintahan Inggris, urusan-urusan agama dan adat melayu lokal di
Malaysia berada di bawah koordinasi Sultan. Hal itu di atur melalui Departemen,
Dewan, ataupun Kantor Sultan. Setelah tahun 1948, setiap negara bagian dalam
Federasi Malaysia telah membentuk Departemen Urusan Agama. Orang-orang Muslim Malaysia
juga tunduk pada Hukum Islam yang diterapkan sebagai hukum status pribadi dan
tunduk pada Yurusdiksi Pengadilan Agama (Mahkamah Syari’ah) yang diketuai Hakim
Agama. Bersama dengan itu, Ilmu Pengetahuan semakin mengalami perkembangan
dengan didirikannya Perguruan Tinggi Islam dan dibentuk Fakultas serta jurusan
Agama. Perguruan Tinggi kebanggaan Malaysia adalah Universitas Malaya yang kini
dekenal dengan Universitas Kebangsaan Malaysia.
Memasuki masa-masa Pasca-Kemerdekaan, pola
perkembangan islam tetap dipengaruhi oleh pihak Penguasa (Top Down). Penguasa
atau Pemerintah Malaysia menjadikan islam sebagai agama resmi negara. Warisan
undang-undang Malaka yang berisi tentang hukum islam yang berdasarkan konsep Qur’ani
berlaku di Malaysia. Disamping itu, juga ada undang-undang warisan Kerajaan
Pahang yang diberlakukan di Malaysia sekitar 42 pasal dari keseluruhan pasal
yang berjumlah 68, hampir identik dengan paham hukum madzhab Syafi’i.
Pelaksanaan undang-undang yang berdasarkan Al-qur’an dan realisasi Hukum Islam
yang sejalan dengan faham Syafi’i di Malaysia sekaligus mengindikasikan bahwa
islam di negara tersebut sudah mengalami perkembangan yang sangat signifikan.
Konstitusi negara-negara bagian Malaysia
yang sebelum kemerdekaan memuat ketentuan yang menyatakan bahwa hanya orang
dari ras Melayu yang menganut islamlah yang dapat diangkat menjadi menteri
besar , tetapi setelah kemerdekaan ketentuan itu diubah untuk memungkinkan
sultan mengangkat seorang non muslim menjadi menteri besar,asalkan memenuhi
syarat.
Dalam konstitusi Malaysia, islam diakui
sebagai agama resmi Negara. Pasal 3 ayat 1 menegaskan “ Islam is the
religion of federation; but other religions may be practiced in peace an
harmony in any part of the federation”. Islam adalah agama federasi namun
pada saat yang sama, konstitusi (UU) memberikan kebebasan beragama kepada
komunitas non – muslim. Mereka berhak menjalankan agama mereka , memiliki
kekayaan , mendirikan sekolah- sekolah agama, mengurusi perkara – perkara
mereka sendiri. Namun mereka tidak diperbolehkan berdakwah atau menyebarkan
keyakinan mereka di kalangan kaum muslim; aturan ini dimaksudkan untuk
membatasi pertumbuhan dan pengaruh mereka di wilayah – wilayah lain. Meskipun
orang – orang non – muslim dilindungi oleh konstitusi dan hokum , hak dan
kewajiban mereka dan kaum muslim melayu tidaklah sama.[11]
Di Malaysia, tidak
sembarang orang bisa bebas berbicara dan menetapkan keputusan agama. Untuk
agama Islam, pemerintah telah mengatur bahwa Malaysia memiliki seorang Mufti (pemberi fatwa). Selain itu, setiap negara bagian juga memiliki Mufti.
Pemberian fatwa keagamaan Islam hanya berhak dilakukan oleh Mufti.
Salah satu contoh peran Mufti
adalah dalam penetapan tanggal 1 Syawal. Penetapan 1 Syawal hanya berhak
dilakukan oleh Mufti negeri. Oleh karena itu di Malaysia tidak kita jumpai masyarakat
yang berhari raya Idul Fitri pada hari yang berbeda-beda. Semuanya berada dalam
satu komando pemerintah.[12]
2.3 Islam sebagai Identitas
Melayu
Islam dan Melayu dari konsepsinya
merupakan identitas lahiriah yang saling kiat dan pengaruh mempengaruhi bagi
masyarakat Melayu, bahkan ia menjelma dalam segala aspek spiritual, dan dasar
identitas budaya Melayu.
Islam bagi orang Melayu, bukan hanya
sebatas keyakinan, tetapi juga menjadi identitas mereka, dan menjadi dasar
kebudayaan Melayu. Sebaga contoh pakaian tradisional Melayu yaitu berbaju
kuning dan rok panjang bagi Wanita yang disertai oleh tutup kepala dengan
maksud untuk menutup aurat. Ini berarti adat, tradisi, budaya Melayu telah
diwarnai oleh ajaran-ajaran Islam.[13]
Identitas Melayu dan Islam, di antaranya
bisa diletakkan pada hakikat kepemimpinan politik Melayu tradisional
(kesultanan), yang dipimpin oleh sultan. Sedangkan sultan adalah istilah yang
digunakan untuk menyebut penguasa Muslim. Namun akibat kolonialisasi Inggris,
identitas keislaman Melayu itu mengalami degradasi, karena tidak jarang pihak
koloni membuat berbagai kebijakan yang melemahkan fungsi dan peran Islam
dalam kehidupan Melayu. Koloni Inggris membuat perbedaan yang jelas antara
agama dan negara, dengan memperkenalkan administrasi sipil dan sistem hukum
yang berbeda dengan sistem hukum dan pengadilan Islam.[14]
Kekuatan lainnya terkait dengan identitas
Melayu-Islam yang penting untuk disebutkan di sini adalah adanya hubungan
interaktif antara agama dan etnisitas Melayu. Hubungan timbal balik antara
Melayu dan Islam telah menggiring etnis Melayu pada persepsi adanya integrasi
antara Melayu dan Islam yang mencakup gaya hidup, nilai-nilai, bahasa dan
agama.
Ketika Reid Constitutional Commision
sedang merancang konstitusi untuk federasi Malaysia, komisi tersebut mengajukan
persoalan apakah didalam konstitusi itu perlu ada suatu pernyataan bahwa islam
merupakan agama negara. Dalam laporan finalnya, komisi itu akhirnya menetapkan
dalam pasal 3 konstitusi federal bahwa “Agama Islam adalah agama resmi negara Malaysia,
tetapi pelaksanaan prinsip itu tidak boleh merugikan penduduk non Muslim dalam
menganut dan mengamalkan agama mereka dan tidak berarti bahwa negara adalah
Negara Sekuler”.[15]
Di Malaysia muncul gagasan dan gerakan
“Islam Hadhari”. Secara harfiah Hadhari berasal dari kata “Hadharah”
yang artinya pola hidup menetap dan kemudian berkembang menjadi berperadaban.
Gagasan islam hadhari di Malaysia mulai diperkenalkan sejak pemerintahan
Dr.Mahathir Muhammad, untuk mengimbangi implementasi islam oleh kelompok
Radikal, Verbal, Simbolik, Eksklusif, dan Salafi. Islam Hadhari baru dipopulerkan
ketika pemerintahan Perdana Menteri baru yaitu Datuk Seri Abdullah Ahmad Badawi,dengan
menampilkan islam yang Berperadaban, Moderat, Harmonis, Inklusif, Aktual dan
bisa menjadi solusi dalam berbagai persoalan yang hidup di masa kini. Menurut
Abdullah Badawi islam perlu ditampilkan secara totality (kaaffah), bukan
sekedar tampak dari luar. Islam Hadhari merupakan implementasi islam
yang rahmatan lil ‘alamin, yang membawa ketenangan dan kenyamanan bagi
umat Manusia dan Alam Semesta.[16]
Secara rinci prinsip-prinsip pokok islam Hadhari
sebagaimana yang diuraikan oleh datuk Seri Abdullah Ahmad Badawi adalah sebagai
berikut:[17]
1. Keimanan
dan Ketaqwaan kepada Ilahi
2. Kerajaan
Adil dan Beramanah
3. Rakyat
Berjiwa Merdeka
4. Penguasaan
Ilmu Pengetahuan
5. Pembangunan
Ekonomi
6. Kehidupan
Berkualitas
7. Pembelaan
Hak Kaum Minoritas
8. Keutuhan Budaya
dan Moral
9. Pemeliharaan
Alam Semula Jadi
10. Kekuatan Pertahanan
dan Kesatuan
2.4 Geliat Dakwah dan Syiar
Islam di Malaysia
Pada saat pemerintahan Sultan Manshur Syah
islam memiliki kedudukan yang kokoh di Malaka, bahkan Malaka menjadi pusat
penyebaran islam. Dengan kemajuan dakwah islam yang begitu berpengaruh, Malaka
bisa meruntuhkan kerajaan Majapahit di Jawa, sehingga Sejarawan mengatakan
bahwa Jawa diislamkan oleh Malaka. Selain ke Jawa, penyebaran islam juga
dilakukan sampai ke Maluku, Borneo, Pahang, Terengganu, Kedah, Patani, Johor, Kampar,
Indragiri, Rokan, Siak, dan Bengkalis.[18]
Karena keberhasilan Malaka dalam menyiarkan
islam,kedudukan Malaka sebagai pusat penyebaran islam semakin bertambah dan
dianggap penting oleh semua pihak. Ramai tokoh-tokoh islam dari luar negeri
datang ke Malaka untuk menjadi guru sekaligus penanggung jawab dalam hal-hal
yang bersifat keagamaan, seperti Abd Al-aziz, Mulana Sadar Johan, Maulana Abu Bakar,
Maulana Jalal Al-din, Maulana Yusuf, Qadi Menus, Qadi Menawar Syah dan
lain-lain. Mereka datang dari Arab, Afghanistan, Melbari, Hindustan dan lain lain. Dengan bantuan para ulama-ulama yang datang
dari luar negeri tersebut semakin meningkatkan geliat dakwah islam di Malaka, bahkan
Sunan Bonang dan Sunan Giri belajar di Malaka.[19]
Pada prinsipnya, urusan agama islam
menjadi wewenang pemerintah Negara bagian. Seperti di tetapkan dalam konstitusi
Malaysia, Sultan menjadi pimpinan agama islam di negerinya masing – masing.
Sementara itu, di negeri yang tidak mempunyai Sultan seperti Pulau Pinang,
Malaka, Sabah, Serawak serta wilayah Federal Kuala Lumpur sendiri, pimpinan
agama di percayakan kepada Yang Dipertuan Agung.
Semaraknya agama Islam di
Malaysia sangat didukung oleh peran serta pemerintah dalam penetapan peraturan
dan penyediaan fasilitas-fasilitas ibadah dan keagamaan yang memadai.
Di Malaysia, pembangunan
setiap masjid harus memperoleh izin dari pemerintah. Jadi, Anda jangan heran bila
dalam sebuah kompleks perumahan hanya ada satu masjid. Walhasil, kegiatan
keislaman pun berpusat di masjid tersebut, mulai dari shalat berjamaah hingga sekolah agama.
Para mubaligh-mubaligh dan pendakwah islam
bertanggung jawab untuk menyebarkan islam khususnya di tanah Melayu. Para
mubaligh mengajarkan ilmu-ilmu agama kepada masyarakat Melayu. Hal ini
dilakukan agar masyarakat beramal sesuai dengan ilmu yang diajarkan kepada
mereka. Para mubaligh adalah guru-guru pondok ataupun bekas pelajar di
pusat-pusat pengajian setempat yang kemudian mengembara mencari ilmu keluar
negeri, setelah tamat mereka membuka pusat pengajian dengan menyampaikan ilmu
pengetahuan secara sukarela.
Diantara mubaligh-mubaligh yang terkenal
di Malaysia antara lain: Syeikh Abdul Malik bin Abdullah (Tok Pulai Manis), Terengganu,
Tuan Tabal. Tok Kotsn, Tok Slehor, dan Tok Kenali (di Kelantan), Haji Muhammad
Thalib Mukhti, Haji Muhammad Noor, Haji Sahar dan Tuan Husin (di Kedah).[20]
2.5 Pendidikan Islam di Malaysia
Pendidikan di Malaysia adalah suatu usaha
untuk mengembangkan potensi individu secara menyeluruh dan bersepadu untuk
mewujudkan insan yang harmonis dan seimbang dari segi intelektual, rohani, emosi,
dan jasmani berdasarkan kepercayaan dan kepatuhan kepada tuhan. Usaha ini dilakukan
untuk melahirkan rakyat Malaysia yang berilmu pengetahuan, berakhlak mulia, bertanggung
jawab, dan berkecukupan demi mencapai kesejahteraan diri serta memberi
sumbangan terhadap apa yang dinamakan dengan keharmonisan dan kemakmuran
masyarakat dan negara.[21]
Kedatangan para pedagang yang berperan
sebagai da’i yang dimulai sejak masuknya islam ke Malaysia sangat besar
pengaruhnya dalam proses islamisasi di daerah ini. Pada awalnya pendidikan
islam di Malaysia diawali dengan kelembagaan yang bersifat informal melalui
kontak-kontak person antara pendidik (para pedagang yang merangkap sebagai
mubaligh atau mubaligh semata) dengan peserta didik (para masyarakat pribumi
yang menjadi sasaran dakwah). Kontak-kontak informal itu tidak memerlukan
tempat,jadwal,buku dan mata pelajaran tertentu. Kemudian setelah masyarakat Muslim
terbentu,para pedagang itu membentuk koloni-koloni di pesisir pantai tanah Melayu
di lingkungan perkampungan Melayu. Disitu mereka mendirikan masjid dan surau yang menjadi
tempat aktivitas pendidikan yang bersifat nonformal, masyarakat Melayu
menyebutnya Sekolah Qur’an. Anak didik yang yang lulus dari sini ada yang
melanjutkan pendidikannya ke Mesir atau ke Makkah.[22]
Kemudian
pendidikan formal dibentuk pada masa Raffles. Sistem pendidikan Barat
yang bersifat formal itu pun diperkenalkan di tanah Melayu. Ia mendirikan
beberapa sekolah formal, di Penang didirikan Penang Free School pada
tahun 1816 dan di Malaka didirikan Free School pada tahun 1826. Akan tetapi sekolah-sekolah yang didirikan Inggris
itu tidak mendapat sambutan dari orang-orang Melayu karena terdapat beberapa
perbedaan prinsipal, anatar lain masalah agama. Orang-orang Melayu tetap
mempertahankan institusi pendidikan mereka, yaitu institusi pendidikan di rumah,
di masjid, dan di surau walaupun mereka hidup dalam keterbelakangan.[23]
Karena tidak mendapat sambutan dari masyarakat
Melayu maka pada tahun 1854,pemerintah Inggris mengambil alih Sekolah Qur’an.
Mereka membiayai dan memberi bantuan secara penuh. Kurikulumnya pun ditambah
dengan memasukkan pelajaran-pelajaran umum yang disebut mata pelajaran rumi dan
jawi. Selain itu waktu sekolah dibagi menjadi dua waktu, yakni pagi untuk
mempelajari mata pelajaran umum yang disebut “Sekolah Melayu” dan sore
untuk mempelajari mata pelajaran agama yang disebut “Sekolah Qur’an”.
Akan tetapi, pemerintah Inggris melakukan
pendiskriminasian terhadap pendidikan islam. Guru-guru yang mengajar mata
pelajaran umum dibiayai oleh pemerintah, sedangkan guru-guru yang mengajar mata
pelajaran agama dibiayai oleh orang tua siswa. Hal ini dimaksudkan untuk melemahkan
pendidikan islam.[24]
Lembaga-lembaga pendidikan
islam di malaysia[25]
A. Sekolah
Rendah 6 Tahun
Pendidikan islam wajib diberikan kepada
murid yang beragama islam selama 6 tahun, yaitu dimulai dari kelas satu sampai
kelas enam. Pendidikan islam pada tingkat ini menekankan pada pembentukan individu
Muslim yang mencakup aspek keimanan, kemanusiaan, kemasyarakatan serta
kenegaraan. Pelajaran yang diberikan bertumpu pada pendidikan asas Tilawatil
Qur’an, pembentukan Aqidah, dan bimbingan asas fardhu ‘ain, pelaksanaan fardhu
‘ain dan fardhu kifayah, dan penerapan akhlak.[26]
Tujuan pendidikan islam di
Sekolah Rendah adalah:[27]
1. Kemampuan
membaca surat pilihan yang diambil dari juz ‘amma dengan betul dan fasih.
2. Menghafal
ayat-ayat yang lazim dibaca dalam shalat.
3. Memahami
maksud ayat-ayat al-qur’an.
4. Memahami
dan meyakini asas-asas keimanan sebagai pegangan aqidah dan benteng keagamaan.
5. Mengamalakan
ibadah-ibadah asas dalam fardhu ‘ain dan memahami fardhu kifayah sebagai
tuntutan kewajiban umat islam.
6. Mengamalkan
adab dan menghayati nilai-nilai akhlak dalam kehidupan keseharian.
7. Membaca
dan menulis jawi serta mencintai warisan budaya bangsa.
Sekolah Rendah 6 tahun dibagi
kepada tiga macam,yaitu:[28]
1. Sekolah
Rendah Kebangsaan
Sekolah Rendah Kebangsaan memberikan
pendidikan agama islam sebanyak enam kali dalam seminggu. Setiap pertemuannya
mamakan durasi 30 menit.
2. Sekolah
Rendah Tamil
Sekolah Rendah Tamil memberikan pendidikan
agama islam sebanyak lima kali dalam seminggu. Setiap pertemuannya memakan
durasi 30 menit.
3. Sekolah
Rendah Cina
Sekolah Rendah Cina memberikan pendidikan
agama islam sebanyak empat kali seminggu. Setiap pertemuannya memakan durasi 30
menit.
4. Sekolah Rendah Islam
Sekolah
Rendah Islam memberikan pendidikan agama islam yang penekanannya lebih
banyak pada perkara fardhu ‘ain dan pembelajaran bahasa arab. Sekolah Rendah Islam
mengikuti kurikulum yang diprogramkan oleh pemerintah sehingga Siswa dapat
mengikuti Ujian Penilaian Sekolah Rendah (UPSR).
B. Sekolah
Menengah
Sekolah Menengah merupakan lanjutan dari
Sekolah Rendah. Setelah seorang anak didik menamatkan pendidikannya di Sekolah
Rendah dia dapat melanjutkan pelajarannya ke salah satu Sekolah Menengah yang
ada.[29]
Materi pelajaran agama islam
yang ada di sekolah menengah adalah:[30]
1. Tilawah Al-qur’an,meliputi:
·
Bacaan al-qur’an
·
Ayat-ayat hafalan
·
Ayat-ayat yang harus difahami dan dimengerti
terjemahan dan maksudnya
2. Hadits
Dipilih hadits-hadits tertentu berdasarkan
kelasnya. Misalnya di sekolah Menengah Abd.Rahman Thalib di Kuantan-Pahang
diajarkan hadits tentang menghindari makanan haram dan hadits mengenai
persaudaraan dalam islam bagi Siswa kelas empat.
3. Aqidah
Diajarkan masalah yang berkenaan dengan
hal yang membatalkan keimanan. Misalnya tentang Syirik, Kufur, Riddah, Khurafat,
Sihir, Nifak, dosa-dosa besar, dan Taubat.
4.Ibadah
Diajarkan tentang Ibadah Haji, Umrah, Qurban,
dan prinsip-prinsip Muamalat.
5. Tamaddun islam
Diajarkan tentang khulafah urrasyidin, perkembangan
islam pada masa bani Umayyah, dan tokoh-tokoh Ulama terkemuka.
6.Akhlak
Diajarkan berbagai adab. Misalnya adab
berfikir, adab berhias, adab di tempat rekreasi, adab menjaga keperluan umum, adab
menziarahi jenazah, adab zikrullah, dan adab menghormati rasul.
Sekolah Menengah dibagi kepada
dua macam,yaitu:[31]
1.Sekolah Menengah Kebangsaan
Sekolah Menengah Kebangsaan adalah Sekolah
Menengah yang berada dibawah pengawasan Kementerian Pendidikan. Sekolah
Menengah Kebangsaan dibagi menjadi dua tahap,yaitu
a. Sekolah Menengah Rendah, yang dimulai dari
kelas satu sampai kelas tiga. Pada akhir pembelajaran Sekolah Menengah Rendah
diadakan ujian yang disebut Penilaian Menengah Rendah (PMR).
b. Sekolah Menengah Atas, yang dimulai dari kelas
empat sampai kelas lima (disebut Ordinary Level) dan yang dimulai dari
kelas empat sampai enam (disebut Advance Level). Pada akhir pembelajaran
sekolah Menengah Atas diadakan ujian yang disebut Sijil Pelajaran Malaysia
(SPM).
2. Sekolah Menengah Berasrama Penuh
Pemerintah Malaysia membangun Sekolah
Berasrama Penuh untuk menampung para pelajar dari Sekolah Rendah yang memiliki
kualitas terbaik. Mereka akan tinggal di asrama. Kurikulum yang diajarakan sama
dengan Sekolah Menengah Kebangsaan, akan tetapi lebih disepesifikasikan pada
pendalaman Sains dan Teknologi.
C. Pondok
Pondok adalah lembaga pendidikan yang
mempelajari agama islam lebih mendalam. Hal ini dikarekan di pondok diajarkan
kitab-kitab jawi yang memuat dasar-dasar agama islam.[32]
Di pondok kitab-kitab diklasifikasikan
dengan membedakannya menjadi tiga tingkatan,yaitu:[33]
1. Tingkata Pertama
yang mempelajari kitab-kitab permulaan, seperti kitab Maniyat Al-Musalli
(dalam bidang Fiqih), kitab Hidayah Al-Sibyan, kitab Dhiyaul Marid,
kitab Al-Dur Al-Thamrin (dalam bidang Ushuluddin), kitab Matan Al-Jurmiyah
dan Tasrif Al-Azizi (dalam bidang Nahwu dan Sharaf).
2. Tingkat Penengah
yang mempelajari kita-kitab jawi yang lebih tinggi dari kitab-kitab permulaan,
seperti kitab Furu’ Al-Masa’il, Sabil Al-Muhtadin, dan Matla’
Al-Badrain wa Majmu’ Al-Bahrain (dalam bidang Fiqih), kitab Bidayah
Al-Hidayah, Faridah Al-Fara’id, Minhaj Al-Qarib, dan Aqidah Al-Najm
(dalam bidang Ushuluddin), kitab Minhaj Al-‘Abidin,Hidayah Al-Salikin, Al-Hikam,
dan Kanz Al-Manan (dalam bidang Tashawuf), kitab Tafsir Baidhawi
dan Anwar Al-Huda Wamtar Al-Nada (dalam bidang Tafsir).
3. Tingkat Tinggi
yang mempelajari kitab-kitab jawi yang lebih sulit, yaitu:kitab Matn
Al-Fiyah ibn Malik,Minhaj Al-Masalik Al-Asymuni,Hasyiah ‘ala Syarh
Al-Asymuni,Hasyiah Al-bajuri,Hasyiah Al-khudri,Al-iqna’,Al-azkar,Fath
Al-wahab,Fath Al-mu’in,Fath Al-qarib,I’annah Al-talibin (dalam bidang
Fiqih),kitab Al-tasrif dan Matn tasrif (dalam bidang Sharaf),kitab
Hasyiah Al-sharqawi,Hasyiah Al-bajuri,Syarh Futuh Al-rasyid,Hasyiah ‘ala
Syarh Imam Al-hudhud (dalam bidang Ushuluddin),kitab Ihya’ ‘ulum
Al-din,Bidayah Al-hidayah,Minhaj Al-‘abidin,Al-hikam,Tanbih Al-ghafilin dan
Al-risalah Al-qusyairiah (dalam bidang Tashawuf),kitab Tafsir
Al-jalalain,Tafsir Al-khatib,Hasyiah Al-jamal ‘ala Al-jalalain (dalam
bidang Tafsir),kitab Al-majalis,Hasyiah ‘ala Al-kitab Al-syama’il li Al-imam
Al-tarmidzi,Al-jawahir Al-bahiyyah,Syarh Al-‘arba’in Al-nawawiyah (dalam
bidang Hadits).[34]
Pondok merupakan lembaga pendidikan yang
sudah tergolong tua di Malaysia. Dikelantan misalnya sejak abad ke 19 telah
dikenal berbagai pondok, antara lain: Pondok Kubang Pasu, Pondok Sungai Budur, Pondok
Kampung Banggul, Pondok Tuan Padang dan Pondok Tuk Semajan. Saat ini podok yang
masih eksis adalah Pondok Pasir Tumbuh, Pondok Sungai Durian Kuala Krai, Pondok
Lubuk Tapak Pasir Mas, dan Pondok Bunut Payong.[35]
D. Pendidikan Tinggi Islam
Pendidikan Tinggi Islam
dimalaysia dibagi menjadi tiga bentuk,yaitu:
1. University
University adalah lembaga pendidikan
tinggi yang mengasuh sejumlah ilmu pengetahuan. Universitas tertua di malaysia
adalah university of malaya (universitas malaya) yang sudah ada sejak
tahun 1950-an. Universitas ini masih ada sampai sekarang.[36]
2. Kolej University
Kolej University adalah lembaga pendidikan
tinggi yang kualifikasinya belum sampai ketahap universitas.[37]
3. Kolej
Kolej adalah lembaga pendidikan tinggi
yang menghasilkan diploma.[38]
Kolej-kolej islam tumbuh subur di Malaysia.
Hampir di setiap negeri ada kolej-kolej yang memprogramkan pendidikan islam
tingkat perguruan tinggi. Diantara kolej-kolej itu adalah:
·
Kolej Islam Teknologi Malaka di Malaka
·
Kolej Islam Yayasan Johor di Johor
·
Kolej Islam Darul Ridwan di Ipoh
·
Kolej Islam Selangor di Selangor-Bangi
·
Kolej Islam Ugama Sultan Zainul Abidin di Trengganu
·
Kolej Islam Pahang Sultan Ahmad Syah di Kuantan
·
Kolej Islam Antar Bangsa di Kota Baru,Klantan
BAB
3
PENUTUP
3.1
Kesimpulan
Dari uraian di atas dapat disimpulkan
sebagai berikut:
1. Kedatangan islam ke Malaysia tidak berbeda
dengan kedatangan islam ke Indonesia,yaitu melalui Selat Malaka yang merupakan
jalur perdagangan laut yang sudah lama dilayari oleh pedagang-pedagang Arab, Persia,
dan India.
2. Islam bagi
orang Melayu, bukan hanya sebatas keyakinan, tetapi juga menjadi identitas
mereka, dan menjadi dasar kebudayaan Melayu. Sebaga contoh pakaian tradisional
Melayu yaitu berbaju kuning dan rok panjang bagi wanita yang disertai oleh
tutup kepala dengan maksud untuk menutup aurat. Ini berarti adat, tradisi,
budaya Melayu telah diwarnai oleh ajaran-ajaran Islam.
3. Di
malaysia dikenal istilah “islam hadhari” yaitu islam yang Berperadaban, Moderat,
Harmonis, Inklusif, Aktual dan bisa menjadi solusi dalam berbagai persoalan
yang hidup di masa kini, yang memiliki prinsip sebagai berikut:
·
Keimanan dan ketaqwaan kepada ilahi
·
Kerajaan adil dan beramanah
·
Rakyat berjiwa merdeka
·
Penguasaan ilmu pengetahuan
·
Pembangunan ekonomi
·
Kehidupan berkualitas
·
Pembelaan hak kaum minoritas
·
Keutuhan budaya
·
Pemeliharaan alam semula jadi
·
Kekuatan pertahanan
4.
Pendidikan di Malaysia dibagi kepada 4 lembaga, yaitu:
·
. Sekolah Rendah 6 Tahun
·
Sekolah Menengah
·
. Pondok
·
Sekolah
Tinggi Islam
3.2 Saran
Demikianlah pemaparan makalah yang dapat
penulis sampaikan, semoga apa yang telah penulis sampaikan dapat menambah
wawasan keilmuan kita. Penulis menyadari bahwa dalam penyajian makalah ini
masih terdapat banyak kekurangan, terutama dalam penyajian isi dari makalah
ini. Hal itu disebabkan masih minimnya referensi penulis.
Oleh sebab itu penulis mengharapkan
kritikan dan masukan dari Pembaca, terutama Dosen pembimbing agar nantinya
kekurangan yang ada dapat diperbaiki demi kesempurnaan makalah selanjutnya.
DAFTAR
PUSTAKA
Ahmad Hidayat, Asep, dkk, Studi
Islam di Asia Tenggara, Bandung: Pustaka Setia, 2014.
Putra Daulay, Haidar, Dinamika
Pendidikan Islam di Asia Tenggara, Jakarta: PT Rineka Cipta, 2009.
Saifullah, Sejarah dan
Kebudayaan Islam di Asia Tenggara, Yogyakarta: Pustaka Pelajar, 2010.
Suhaimi, Cahaya Islam di
Ufuk Asia Tenggara, Pekanbaru: Suska Press, 2007.
[1] Saifullah, Sejarah dan Kebudayaan
Islam di Asia Tenggara, (Yogyakarta: Pustaka Pelajar, 2010), hlm 42.
[2] Ibid.
[3] Ibid.
[4] Asep
Ahmad Hidayat, dkk, Studi Islam di Asia Tenggara, Bandung: Pustaka
Setia, 2014, hlm 33.
[5] Suhaimi, Cahaya Islam di
Ufuk Asia Tenggara, (Pekanbaru:Suska Press,2007), hlm.102.
[6] Ibid
[7] Ibid, hlm.34
[8] Ibid
[9] Ibid, hlm 35
[11] Saifullah, Sejarah dan
Kebudayaan Islam di Asia Tenggara, (Yogyakarta: Pustaka Pelajar), 2010, hlm
68.
[12]Suhaimi, Cahaya Islam di
Ufuk Asia Tenggara, (Pekanbaru:Suska Press,2007), hlm.39-40
[13] Ibid,hlm.43
[14] Ibid.
[15] Saifullah, Sejarah
dan Kebudayaan Islam di Asia Tenggara, (Yogyakarta: Pustaka Pelajar), 2010,
hlm 68.
[16] Ibid,hlm.78.
[17] Ibid.
[18] Suhaimi, Cahaya Islam di
Ufuk Asia Tenggara, (Pekanbaru: Suska Press, 2007), hlm 104.
[19] Ibid,hlm.108.
[20] Ibid, hlm.102-104
[21]
Haidar Putra Daulay, Dinamika Pendidikan di Asia Tenggara, (Jakarta: PT
Rineka Cipta, 2009), hlm.83.
[22] Ibid.hlm 56
[23] Ibid.
[24] Ibid.hlm 57.
[25] Ibid,hlm 58.
[26] Ibid.hlm 64.
[27] Ibid.
[28] Ibid.hlm 65.
[29] Ibid.hlm 66.
[30] Ibid.
[31] Ibid.hlm 68.
[32] Ibid.hlm 73.
[33] Ibid.
[34] Ibid.hlm 76-77.
[35] Ibid.hlm 74.
[36] Ibid.hlm 77.
[37] Ibid.
[38] Ibid.